Select Artists From The Country

INDONESIAN

Southeast Asia Region

GERMANY

Western Europe Region

U.S.A

United States Region
OPIUM

CANADA

United States Northern Region

CHILE

United States Latin Region

FRANCE

Western Europe Region

ROMANIA

Central Europe & Northern Region

ENGLAND

United Kingdom Region

RUSSIA

Eastern Europe Region

NETHERLANDS

Northtern Europe Region

SWEDEN

Europe Region

FINLAND

North Europe Region

BELGIUM

West Europe Region

PHILIPPINES

Southeast Asia Region

GREECE

Southeast Europe Region

JAPAN

East Asia Region

NORWAY

Scandinavian Peninsula Region

AUSTRIA

Central Europe Region

BRAZIL

South United States Region

MEXICO

North United States Region

ICELAND

North Europe Region

CZECH

Central Europe Region

AUSTRALIA

AUSTRALIA Region

VENEZUELA

Northern South United States Region

Partner Update

DECREPIT BIRTH

Technical Brutal Death Metal

THE FACELESS

Technical Death Metal Progressive

Abacinate

Technical Deathmetal/Deathcore

PROTES THE HERO

Progressive Metalcore

Select Artist From The Foreign

DEADSQUAD

Technical Death Metal

BLEEDING CORPSE

Brutal Death Metal

JASAD

Death Metal
OPIUM

OPIUM

Death Metal

Select Artist From The Indonesian




Jakarta - Band cadas asal Bandung, Burgerkill, memang tidak dikenal sebagai band politikal. Jurnalis musik yang meliput mereka saat tampil tak harus repot-repot menyiapkan kertas dan pulpen—atau pada era sekarang, membuka aplikasi semacam MemoPad di ponsel pintar—untuk mencatat apa yang diucapkan oleh vokalis Vicky atau barangkali sang pemimpin band dan gitaris Ebenz di sela-sela lagu mereka.

Para jurnalis hanya cukup mendengarkan bagaimana intensnya musik mereka, serta meresapi energi yang terhempas dari panggung ke arah penonton dan begitu pula sebaliknya—semenjak berbicara banyak di atas panggung untuk mengkritik sistem sepertinya bukanlah daya tarik utama mereka. Dan itulah yang terjadi dalam konser peluncuran album keempat mereka dan sekaligus pertama dalam lima tahun terakhir, Venomous, pada Sabtu [16/7] malam lalu di Bulungan Outdoor, Jakarta Selatan.

Burgerkill—yang tampil terakhir setelah Nemesis, Paper Gangster dan Dead Vertical—berhasil membuat kurang lebih 1000 penonton menjadi brutal meski pemain bass Ramdan sedang tidak dalam kondisi kesehatan yang prima. Beberapa kali Rolling Stone menyaksikan petugas keamanan di depan panggung kewalahan melindungi mereka yang melakukan body surfing agar tidak jatuh ke dalam media pit.

Begitu pula saat vokalis Seringai, Arian 13, tampil secara mengejutkan pada lagu “Atur Aku.” Arian yang notabene merupakan vokalis asli lagu tersebut saat masih berada di dalam band hardcore lawas Puppen, sempat memberi aba-aba kepada penonton dengan tangannya untuk membuat sebuah circle pit raksasa yang langsung dipatuhi.

Burgerkill yang pertama kali memperkenalkan diri kepada masyarakat di tahun 1997—dua tahun setelah mereka terbentuk—dengan single politikal dan masih kental dengan warna musik hardcore Eropa a la Ryker’s berjudul “Revolt!”, meninggalkan wilayah itu dan mulai memasuki tema-tema lirik lagu cenderung depresif dan destruktif semacam “Sakit Jiwa” atau “Rendah” yang terdapat pada album penuh pertama Dua Sisi (2000).

Kemudian, band itu terlihat konsisten mendalami sisi kelam di album kedua mereka dan sekaligus yang pertama dirilis oleh major label Sony Music Entertainment, Berkarat (2003), dengan lagu-lagunya seperti “Terlilit Asa,” “Penjara Batin,” “Luka,” “Gelap Tanpa Akhir” atau “Tiga Titik Hitam” yang menampilkan vokalis grup musik Padi, Fadly. Puncak dari itu semua adalah album ketiga dan terakhir mereka bersama Ivan Scumbag, Beyond Coma and Despair (2006), yang dirilis secara swadaya di bawah label Revolt! Records satu bulan setelah vokalis asli Burgerkill tersebut wafat.

Menurut Ebenz, Ivan adalah figur yang sangat berperan dalam membawa musik Burgerkill menjadi sedemikian rupa. Dan karakter lirik lagu seperti yang diciptakan Ivan di masa lampau itu menurutnya tidak ingin mereka ulangi lagi, meski kenyataannya Berkarat berhasil memperoleh penghargaan sebagai “Best Metal Production”pada Anugerah Musik Indonesia 2004 dan Beyond Coma and Despair sukses menduduki peringkat ke-113 dalam “150 Album Terbaik Sepanjang Masa” versi majalah Rolling Stone Indonesia.

“Dari kejadian Ivan meninggal itu kita sudah punya pengalaman. Kami menganggap bahwa lama kelamaan sebuah lagu itu jadi seperti doa, men,” kata Ebenz saat dijumpai di belakang panggung, beberapa jam sebelum Burgerkill tampil menggebrak Bulungan. “Gue bisa bilang, di Beyond Coma and Despair banyak indikasi-indikasi bahwa Ivan memang sudah mau pergi.”

Selain itu, Vicky yang masuk sejak 2007 menurutnya juga menjadi faktor mengapa Burgerkill tidak mungkin lagi mengusung tema-tema kelam ke dalam lirik lagu-lagunya kali ini. “Latar belakang Vicky dengan latar belakang Ivan dalam kehidupannya sudah beda. Kalau Ivan bilang melarat, dia memang hidupnya melarat. Kalau Ivan bilang sakit, dia memang sakit. Sekarang kan Vicky jauh lebih sehat. Jauh lebih mapan lah. Buat apa kami tulis apa yang nggak kita rasain, men?” kata Ebenz lagi.

Ebenz tidak menampik bahwa masih ada benang merah antara Venomous dengan album-album sebelumnya. Namun, ia tampak tidak senang jika konsep musik Burgerkill terkini dibanding-bandingkan dengan konsep ketika Ivan Scumbag masih memegang departemen vokal. “Yang harus digaris bawahi, kami tidak pernah mau menggantikan Ivan. Karena ini semua sudah ada yang mengatur. Di luar kekuasaan Burgerkill. Jadi apapun yang terjadi kami harus tetap move. Karena memang almarhum pun nggak mau band ini bubar,” tegasnya.

Soal lamanya jarak antara perilisan Venomous dari Beyond Coma and Despair, diakui Ebenz memang dikarenakan banyak kejadian yang cukup menghambat. Seperti wafatnya Ivan, audisi vokalis baru, lawatan ke Australia, serta pemain drum Andris yang sempat mengalami patah tulang pergelangan tangan kiri ketika dalam proses pengumpulan materi dan membuatnya harus vakum selama enam bulan. “Saat itu gue sempat mikir, ‘Anjing, udah gantung stik nih,’” sahut Andris.

Sempat terjadi pula masa-masa di mana mereka merasa sulit untuk lepas dari pakem album sebelumnya. “Seolah-olah nggak bisa keluar dari dogma Beyond Coma and Despair. Setelah berjalan satu lagu jadi, dua lagu jadi, tiga lagu jadi, ke sananya udah semakin nge-flow dan semakin asyik,” kata Ebenz lagi.

“Makanya kenapa orang bilang musiknya semakin progresif, mungkin karena memang nutrisi kami juga tambah banyak. Makin hari makin banyak yang kita dengerin. Seperti [gitaris] Agung dengerin jazz, kami juga sudah mulai memasukkan unsur-unsur blues,” papar Ebenz. “Jadi di album ini kami nggak memikirkan orang mau melabeli musik kami apa. Kami memainkan musik yang mau kami mainkan aja.”

Burgerkill memang telah mengubah arah musikalitasnya berkali-kali. Pertama kali muncul mereka mengusung langgam hardcore punk, kemudian bergeser semakin berat dan didefinisikan sebagai metalcore. Lantas dengan kini memasukkan unsur progresif ke dalam musiknya, terpengaruh jazz bahkan blues, seperti apa Burgerkill mendefinisikan musik mereka sendiri? “Metal ugal-ugalan,” jawab Ebenz santai.

(wp/RS)

0 Comment

Post a Comment

DEVORMITY - SUFFERING INHUMAN THE IMPALEMENT (EP) [2011]

Posted by BANDUNG UNDEGROUND
Death Metal

BLEEDING CORPSE - RESURRECTION OF MURDER [2009]

Posted by BANDUNG UNDEGROUND
Brutal Death Metal

AUTICED - ANOTHER DAY ANOTHER VICTIM [SINGLE]

Posted by BANDUNG UNDEGROUND
Technical Death Metal
devouring plague

TURBIDITY - SUFFERING OF HUMAN DECAPITATED 2011

Posted by BANDUNG UNDEGROUND
Slamming Death Metal
obscura

I CHAOS - THE HUMAN REPELLENT [2011]

Posted by BANDUNG UNDEGROUND
Brutal Death Metal

Blogger templates

Select Your Language

English French German Spain Italian Dutch
Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Info Music

Follower's

Find As